Selasa, 30 April 2019

Telepon


Dua  menit lalu aku letakkan ponsel dari genggaman. Setelah banyak informasi yang kudapat, aku merasa penat. Kehebohan euphoria pemilu saat itu membuatku ingin jauh dari media informasi apapun. Bukan karena pilihanku kalah atau menang. Tapi sudah muak dengan berita yang terlalu mengada-ada terkadang.

Berdering
Kring....
Kring...
(Walau bukan demikian bunyinya)

Telepon dari ibuku. Kuangkat lalu berbincang-bincanglah kami. Kudengar hangat suaranya melenyapkan kejenuhanku. Bagai obat kepenatan pemilu saat itu.
Hehe.

Tidak banyak yang kami bicarakan. Walaupun tidak jauh-jauh dari pembahasan soal pelaksanaan pemilu di tempatku dan tempat ibuku, tetapi aku semangat mendengarnya.
Ah... Lebay... tapi benar... begitu adanya.

Aku memang jarang meneleponnya. Jika ada yang ingin disampaikan baru kutelepon beliau. Tapi tidak masalah baginya, dia bisa mengerti. Karena ini hanya soal waktu.

Ibuku rindu, kuperhatikan dari isi bicaranya.
Aku ingin bertemu, kukatakan dalam hatiku.

Serangkai kalimat akhir menutup perbincangan kami.
Dan kukatakan
"Tidur bu, sudah malam..."
Kemudian kudengar jawabnya
"Iya, nanti lagi ya..."

Lalu kututup teleponnya

Baru aku sadari...
Ketulusannya tak ternilai
Dan tak ada hasrat baginya untuk meminta apapun dari seorang anak yang telah dilahirkan dan dirawatnya.
Hanya berharap ada waktu.
Waktu untuknya,
Waktu untuk berbincang dengannya,
Waktu untuk menemuinya.

Perih hati seketika melihat keadaanku yang acuh terhadap waktu untuk kuluangkan dengannya.
Tak bisa kubalas lelah letihnya.
Bahkan dengan harta melimpah sekalipun tak dapat kubayar sakitnya ia bertaruh nyawa melahirkanku.
Tak sanggup kubayangkan itu.
Sungguh,
Surga pantas di telapak kakimu.


Salam rindu dari aku,
anakmu yang sedang ingin pulang ke pelukmu.




Senin, 01 April 2019

Mustajab

Tak ada puisi malam ini
Dan aku merasa cukup dengan mengingat betapa baiknya Engkau, lalu datanglah beribu keindahan mengalahkan manisnya rangkaian kata kata. Terjaga aku di malam, inikah anugerah? Diizinkannya aku membuka mata dengan sadarku, diberi waktu untuk membelai cinta cinta yang telah Kau tebar pada salah satu waktu mustajab ini.

Aku malu
Seringkali tak pedulikan
Padahal telah Engkau tawarkan banyak kebahagiaan dengan menjanjikan terkabulnya permintaan saat memohon di waktu waktu mustajabMu. Tapi pantaskah aku yang bergelimang dosa ini di kabulkan oleh-Mu? Walau begitu aku terlalu berharap Engkau mengampuniku, menuntunku, menjagaku, mencintaiku meski aku tak bisa membalas sedikitpun CintaMu yang Maha itu.

Sungguh aku mengimani bahwa Engkau turun di akhir sepertiga malam, Yaa Rabbi.
Maafkan aku...
Ampuni aku...
Bimbinglah aku...



Dari hamba-Mu yang selalu mengharap ridho-Mu